Kevin Systrom: Menyatukan Fotografi dan Teknologi di Instagram

“Jika Anda mendapat ide, lakukan sekarang. Tidak ada waktu yang lebih baik untuk memulai dibanding sekarang,” kata Kevin Systrom (Pendiri dan CEO, Instagram). Sumber: CNBC.



Resmi berusia lima tahun pada 5 Oktober 2015 lalu, Instagram berhasil menyandang status sebagai aplikasi berbagi foto paling populer di dunia.


Melalui Instagram, para pengguna bisa melihat beragam foto-foto dan juga video yang memukau. Para pengguna juga bisa saling berinteraksi atau mengomentari sebuah foto dan video.

Instagram kini memiliki 300 juta pengguna dengan 70 juta foto diunggah setiap harinya. Para selebriti dan tokoh-tokoh dunia menggunakan Instagram untuk menjangkau para penggemar di berbagai belahan dunia. Ada Taylor Swift, Kim Kardashian, atau Justin Bieber yang masing-masing memiliki lebih dari 20 juta pengikut. Apa yang mereka unggah di Instagram selalu memunculkan kehebohan di ranah jagad maya.

Instagram lahir dari tangan Kevin Systrom, seorang anak muda yang terobsesi pada dunia teknologi dan fotografi. Obsesinya pada sesuatu yang menarik minat itulah yang mendorong Systrom menangguk sukses dari startup-nya.

Mengejar Obsesi

Systrom lahir di Holliston, Massachusetts, pada 30 Desember 1983. Ayahnya seorang vice president SDM dari perusahaan peralatan rumah tangga East Coast. Ibunya, Diane merupakan veteran teknologi yang pernah bekerja di Monster.com, pada masa awal booming startup.

“Ibu saya sudah bekerja di startup bahkan sebelum startup menjadi terkenal,” kata Systrom dalam wawancaranya dengan Telegraph.

Pekerjaan ibunyalah yang membawa kecintaan Systrom pada dunia teknologi. Ia mulai mengotak-atik program komputer sejak remaja yakni membuat program yang bisa meretas dan menjahili akuntan AOL Instant Messenger milik temannya.

Namun, pekerjaan pertama Systrom justru sama sekali tidak berhubungan dengan teknologi. Ketika remaja, ia begitu terobsesi untuk bekerja di sebuah toko kaset rekaman di Newburry Street. “Saya terobsesi menjadi DJ,” katanya kepada Fortune.

Setiap hari, Systrom mengirim surat elektronik kepada toko tersebut untuk mendapatkan pekerjaan. Hingga akhirnya toko tersebut menerimanya dan Systrom bekerja beberapa jam dalam seminggu.

Berkat pengalamannya di Boston Beat, Systrom segera membuka klub DJ di Boston. Namun, Systrom harus dibantu seorang temannya yang lebih tua karena ketika itu ia belum berusia delapan belas tahun. Pekerjaan ini menyadarkan Systrom bagaimana obsesi terus mendorongnya untuk mewujudkan keinginannya.

“Satu hal tentang latar belakang saya adalah saya sangat terobsesi dengan sesuatu,” ujarnya. 

Systrom kemudian melanjutkan pendidikannya di Stanford. Awalnya, ia ingin belajar ilmu komputer sesuai dengan minatnya selama ini. Namun, jurusan tersebut ternyata lebih banyak teori ketimbang praktik. Systro memutuskan pindah jurusan ke program management science dan engineering yang dianggapnya lebih banyak praktik ketimbang teori. 

Selama waktu luangnya, Systrom mengotak-atik sejumlah situs. Salah satunya adalah situs fotografi yang dibangunnya bersama-sama teman perkumpulan persaudaraan kampus untuk berbagi foto secara internal. Situs itu membuatnya tersadar bahwa dirinya sangat tertarik pada dunia teknologi.

Menjelang tahun akhir kuliahnya, Systrom sempat mengambil progam magang di Odeo, sebuah startup podcast yang diciptakan Evan Williams, salah satu pendiri Twitter. Di Odeo itu, Systrom juga berkenalan dengan pendiri Twitter lainnya, Jack Dorsey. Dorsey sangat berperan bagi perkembangan Instagram di kemudian hari.

Systrom kemudian mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sejumlah perusahaan teknologi termasuk Microsoft, Google, dan berakhir di Nextstop. Di Nextstop inilah ia mendapatkan peluang yang selalu diimpikannya yakni menulis kode dan menciptakan program apps untuk website, termasuk permainan untuk foto-foto.

Terinspirasi Kekasih

Pekerjaannya di Nextstop memicu gairah Systrom untuk membuat aplikasi berbagi foto. Ia berhasil menciptakan Burbn yakni sebuah purwarupa (prototype) aplikasi berbagi foto berbasis lokasi. Burbn berhasil menarik venture capitalist dari San Fransisco hingga US$500 ribu. Systrom akhirnya memutuskan berhenti dari Nextstop dan berfokus mengembangkan Burbn.

Ketika mulai mengembangkan Burbn, Systrom menyadari banyak startup yang sukses karena dikerjakan secara berpasangan. Ia pun menawarkan kerja sama kepada yuniornya di Stanford, Mike Krieger. Sayangnya, Burbn tidak berkembang pesat karena aplikasinya dianggap terlalu rumit. Sebuah titik balik ditemukan Systrom dari pacar yang kini menjadi tunangannya, Nicole Schuetz. 

Saat itu, mereka berdua sedang berjalan di pantai. Kepada Nicole, Systrom menyatakan harus melakukan sesuatu agar perusahaannya bertahan. Di situlah muncul ide untuk membuat filter untuk membuat hasil foto menjadi sangat menawan. Systrom kemudian membuat filter foto bernama X-Pro II. Bentuk awal aplikasi tersebut masih ada hingga kini. Foto pertama yang diunggah pada 16 Juli 2010 adalah kaki Nicole dan seekor anjing yang tersasar.

“Kalau tahu ini akan menjadi foto pertama di Instagram, saya akan mencoba lebih keras,” kelakar Systrom.

Pada 6 Oktober 2010, Burbn secara resmi berubah menjadi Instagram. Lebih dari 25 ribu orang mengunduhnya dalam waktu kurang dari 24 jam. Respons cepat ini disebabkan karena Dorsey mencoba Instagram dan mengunggahnya pada situs jejaring sosialnya. Pengguna Instagram melonjak dan dalam kurun waktu sekitar tiga bulan sejak peluncurannya sudah menembus 1 juta pengguna.

Instagram digemari karena kemudahannya dalam berbagi foto dan video. Pengguna juga bisa saling bertukar pesan, berkomentar, dan mendapatkan efek foto yang menawan.

Kurang dari dua tahun berjalan, Instagram menarik minat pendiri Facebook, Mark Zuckerberg. Pada April 2012, Facebook membeli Instagram senilai US$1 miliar. Systrom mengantongi US$400 juta dari penjualan itu dan tetap menjadi CEO. Mark Zuckerberg juga membolehkan Sytrom untuk menjalankan Instagram secara independen, sedangkan Krieger memimpin tim teknis.

Zuckerberg sempat diledek karena mau membayar 1 miliar dolar untuk sebuah perusahaan tanpa situs. Nyatanya, Instagram tetap merupakan sebuah produk yang sukses. Setahun setelah akuisisi oleh Facebook, nilai Instagram ditaksir oleh analis mencapai US$35 miliar. (infokomputer) 

Tidak ada komentar untuk "Kevin Systrom: Menyatukan Fotografi dan Teknologi di Instagram"